NAMA : MUKLIS ADI PUTRA
NIM : 080302017
DEPT. : HPT
KONSERVASI TANAMAN TEH, TERHADAP
PERMASALAHAN HAMA Helopeltis sp.
Tanaman teh (Camellia sinensis L.) telah lama diusahakan orang sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di benua-benua Afrika , Australia , dan Asia termasuk Indonesia (Adisewejo, 1982). Teh merupakan bahan perdagangan yang dikonsumsi oleh penduduk dunia. Kebiasaaan minum teh diduga berasal dari China yang kemudian berkembang di Jepang dan Eropa (Wibowo et al., 1997). Sekitar sejuta ton teh dikonsumsi penduduk di seluruh dunia, baik di negara yang menghasilkan teh maupun di negara yang harus mengimpor berpuluh-puluh maupun beratus-ratus ton teh tiap tahun (Siswoputranto, 1978).
Persaingan perdagangan teh di pasar dunia merupakan tantangan bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi teh baik kualitas maupun kuantitasnya. Produksi teh di Indonesia ditinjau dari sentra produksi teh yang hampir menyebar ke berbagai daerah, maka Jawa Barat memegang peranan penting dengan produksi yang tinggi dari areal yang terluas. Daerah- daerah yang mengusahakan tanaman teh lainnya adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Laju pertumbuhan areal penanaman setiap tahun dari tahun 1984-1989 mencapai 3,2%. Hal ini tercermin dari perhatian pemerintah terhadap usaha pengembangan, pembudayaan dan perluasan terhadap usaha teh hingga ke daerah lain ( Nazzarudin et al., 1996).
Luas lahan perkebunan teh yang semakin berkurang bukan menjadi penghambat untuk meningkatkan produksi teh. Usaha peningkatan produksi teh masih dapat dilakukan yaitu dengan peremajaan. Nazzarudin et al.(1996), mengatakan bahwa kunci keberhasilan pada semua pertanaman adalah perawatan yang baik dan teratur. Dengan perawatan ini, tanaman akan tumbuh sehat, segar dan produksinya tinggi. Perawatan perkebunan teh harus dilakukan sejak tanaman masih kecil, semenjak pembibitan. Perawatan tersebut meliputi pemupukan, pemangkasan, pengendalian gulma, dan peremajaan. Setelah umur 40 tahun, usia kritis dari tanaman teh mulai berjalan. Pertumbuhannya kurang baik dan daun yang dihasilkan lebih sedikit serta ukurannya lebih kecil. Untuk itu perlu diadakan program peremajaan maupun rehabilitasi kebun berlangsung secara terus-menerus maka produktivitas kebun teh diharapkan akan meningkat dengan kualitas yang baik serta biaya produksi yang rendah. Usaha peremajaan kebun teh ini membutuhkan bahan tanaman dalam jumlah yang banyak dengan umur yang relatif sama dan seragam.
Dalam usaha pengembangan dan peningkatan mutu hasil tanaman teh akan selalu dipengaruhi faktor-faktor yang bersifat membatasi, antara lain serangan hama dan patogen. Menghadapi masalah hama dan patogen tidaklah mudah, karena terbatasnya pengetahuan tentang pengendaliannya atau bilamana pengetahuan itu telah ada namaun sarana dan prasarana belum ada. Tanaman mengalami sakit, tidak normal pertumbuhan dan perkembangannyasehingga hasil tanaman mengalami penurunan.
Keadaan tanaman teh yang tidak sesuai dengan persyaratan tumbuh, penggunaan bibit atau klon-klon yang rentan merupakan suatu predisposisi terjadinya serangan hama dan patogen pada tanaman teh di perkebunan. Hama dan patogen tanaman teh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi tanaman teh.
ULASAN SEDERHANA
Kebiasaan minum teh sudah ada sejak dahulu. Adisewojo (1982) mengatakan “pada abad ke-6 atau ke-7 di Tiongkok air teh sudah umum diminum orang”. Hal ini disebabkan selain sebagai minuman penyegat teh juga dapat dijadikan sebagai obat. Nazarudin et al. (1993) mengatakan “Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Rusia dan Jepang ada beberapa nilai nutrisi dan dan manfaat yang diperoleh dari teh yaitu sebagai berikut: Kaya akan vitamin dan terutama thiamin dan riblofiravin yang dibutuhkan tubuh; membantu menguirangi kerapuhan dinding kapiler dari aliran darah karena mengandung bahan polyphenol yang mempunyai vitamin P aktif; teh mempunyai kemampuan mengantisipasi pengaruh yang merugikan karena aktivitas bakteri maupun basil sinteri”.
Teh termasuk genus camellia yang memiliki sekitar 82 spesies, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara,orang menduga bahwa tanaman teh berasal dari Cina, pertama kali masuk Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman. Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh disaerah simalungun, sumatera Utara (Wibowo, 1997).
Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari daerah subtropis, karena itu di Indonesia teh lebih cocok ditanam di daerah pegunungan. Tanaman teh termasuk tanaman perdu, jika ditanam jarang dan dibiarkan tumbuh maka akan menjadi sebesar pohon buah-buahan. Di kebun-kebun perusahaan teh selalu ditanam dengan jarak yang rapat dan berkali-kali dipangkas sehingga batang tanaman tetap rendah dan tidak lekas membesar ( Adisewejo, 1982).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman teh dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan fisik terdiri dari iklim dan tanah, sesdangkan faktor lingkungan biologi terdiri dari tanaman naungan dan gulma. Sebagai tanaman yang berasaldari daerahy subtropis, maka tanaman teh di Indonesia menghendaki udara yang sejuk. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu harian yang berkisar antara 130-250 C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70%. Tanaman teh akan berhenti perkembangannya apabila suhu dibawah 130 C dan diatas 300 C serta kelembaban relatif kurang dari 70% (Wibowo et al, 1997). Opeke (1982) mengatakan bahwa curah hujan minimum yang diperlukan tanaman teh adalah 1.100 mm/tahun.
Faktor lingkungan fisik lainhnya yang mempengaruhi tanaman teh adalah tanah. Tanaman teh menghendaki tanah yang subur, yang mengandung banyak makanan bagi tanaman. Tanaman teh menyukai tanah yang agak masam dengan pH 5,5 (adisewejo, 1982), sedangkan untuk ketinggian tempat dari permukaan laut Opeke (1982) mengatakan akan baik bila tumbuh dan berkembang pada ketinggian 1200-1800 m diatas permukaan laut, namun menurut Wibowo et al. (1997) ketinggian tempat dari permukaan laut btidak menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman teh, sepanjang iklim dan tanahnya serasi bagi tanamn teh. Oleh karena itu, kebun-kebun teh di di daerah rendah memerlukan pohon pelindung. Salah satu maksud dari pohon pelindung ini ialah untuk mempengaruhi suhu udara, agar suhu udara lebih rendah yang memungkinkan teh dapat tumbuh dengan baik.
Tanaman teh merupakan komoditas yag mempunyai nilai ekonomis tinggi. Apabila dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk dapat memecu dan meningkatkan produksi teh, namun dalam pelaksanaanya sering mengalami hambatan-hambatan. Salah satunya adalah serangan hama dan patogen. Salah satu jhama tyang menyerang tanaman teh adalah helopeltis sp., bentuk serangga dewasanya nyamuk, kepala berwarna hitam, bagian dada dan punggung berwarna hitam, merah atau jingga, perut berwarna putih berselang hitam. Pada bagian punggung terdapat jarum atau tanduk. Mikung atau nimfa berwarna kuning pucat. Telur berwarna putih dan diletakan pada bagian internodus (Wibowo et al., 1997). Pracaya (1991) menambahkan hama Helopeltis sp. memiliki panjang tubuh 7-9 mm dan lebar 2 mm, mempunyai kaki yang panjang dan antena yang sangat panjang. Serangga ini mempunyai tipe metamorfosis tidak lengkap.
Telur serangga ini mempunya panjang 1,5-2,0 mm berbentuk seperti tabung tetapi sedikit bengkokdengan tutup yang bulat dan berambut pada bagian ujungnya. Telur dimasukan satu-satu dalamjaringan tanaman yang lunak sehingga hanya tutup dan rambut saja yang terlihat dari luar. Nimfa yang telah selesai perkembangannya memiliki panjang tubuh 7 mm dengan antena yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya. Hellopeltis betina bisa hidup sampai 6-10 minggu danbertelur sebanyak 30-60 butir, pada beberapa jenis dapat bertelur sampi 500 butir.
Menurut Wibowo et al. (1997) bagian yang terserang adalah pucuk daun teh dan ranting-ranting muda serta daun muda. Bagian yang terserang berbecak cokelat kehitaman, dan pada awalnya becak itu tembus pandang, kemudian kehitaman, dan akhirnya mengering. Hal ini disebabkan serangga dewasa (indung) dan nimfa (mikung) menyerang pucuk, daun muda, dan internodus dengan cara menusukan stilet-nya. Bagian daun yang terserang akan menjadi kering and mengkriting, sedangkan pada serat berat ranting dapat menjadi kanker cabang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar